Folk Story Of NTT/Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)
KERA DAN MUSANG
Kab. Kupang
Kera dan musang adalah dua
binatang yang sangat cerdik sekaligus licik.
Pada suatu hari kedua binatang
ini bertemu di suatu tempat, tepatnya di hutan Gunung Fatuleu. Sebagaimana
biasanya kalau dua makhluk berbeda bertemu, pasti ada percakapan. Begitu pula
antara si kera dan si musang percakapan mereka adalah tentang asal mula api.
Kera mengatakan api berasal dari gesekan antara dua bilah potong bambu,
sedangkan musang mengatakan api itu berasal dari gesekan antara dua buah batu merah
dan di umpan dengan nu (bubuk) enau, karena masing-masing mempertahankan
pendapat, mereka bertengkar dan sebagai jalan tengah mereka sepakat mengadakan
perlombaan untuk menguji siapa yang benar. Mereka segera mengambil alatnya
masing-masing, yaitu kera mengambil dua potong belahan bambu lalu
digosok-gosok, tetapi tidak mengeluarkan api, melainkan hanya asap, sedangkan
musang mengambil dua buah batu merah dengan di umpan bubuk enau, digesek dua
buah batu itu maka keluarlah bunga api yang langsung menyambar bubuk enau dan
terjadilah api. Ide dari musang berhasil menjadi api maka musang yang benar dan
dialah menjadi pemenang dalam pertengkaran itu, karena menderita kekalahan kera
naik pitam dan marah, lalu memukul si musang, dan terjadilah perkelahian yang
hebat. Musang merasa tidak kuat lagi, dan mengaku kalah lalu melarikan diri,
tetapi dikejar terus oleh si kera. Karena takut, si musang lalu bersembunyi di
sebuah lubang dan ditutup dengan sebuah batu yang berat. Kera terus mencari si
musang, tetapi tidak bertemu. Kera merasa lelah lalu duduk di atas sebuah batu
besar yang di dalam batu itu musang bersembunyi. Sambil duduk kera berteriak,
“O e..... musaaaang ..... engkau di mana, mari kita berdamai”. Ini bahasa
tipuan dari kera untuk mendapatkan si musang, tetapi karena si musang
mengetahui akal busuk dari si kera si musang tidak keluar dari persembunyian.
Dari dalam lubang batu yang diduduki si kera musang menjawab, musang menjawab
“O e ..... keraaaa ...... saya ada di sini” Suara itu berasal dari dalam batu
yang didudukinya dan kera merasa kaget karena dikiranya suara itu adalah
jawaban dari buah pelirnya. Untuk meyakinkan suara jawaban itu, kera memanggil
untuk kedua kalinya “O e..... musaaaang ..... mari kemari aku tidak marah lagi
dan aku mau berdamai dan kita bersaudara”, tetapi musang rupanya mengetahui
niat jahat dari kera yang mau membunuh si musang maka si musang tetap menjawab
dari dalam lubang batu, “O e ..... keraaaa ...... aku ada di sini”, dan
mendengar suara yang keluar dari bawah tempat duduknya, kera marah terhadap
buah pelirnya, lalu kera mengambil sebuah batu yang besarnya, sebesar kepalan
tangan dan langsung memukul buah pelirnya sampai pecah dan kera itu mati
seketika.
Kira-kira satu jam si kera
tidak memanggil lagi, maka si musang mendorong batu yang menutup lubang
persembunyiannya, lalu keluar. Musang melihat si kera terkapar dan tidak
bernyawa lagi. Lalu si musang memotong buah pelir si kera, serta mengupasnya
untuk mengeluarkan buah pelir, sedangkan kulitnya ditaruh di lubang hidung si
musang, lalu meniupnya seperti suling dan mengeluarkan bunyi “Filu-filu mangkoe koli, feku mangkoe koli
mnasi” artinya : kasihan kera sudah
mati, e... kasihan teman saya si kera sudah mati. Inilah kata-kata yang
dilontarkan si musang kepada si kera, Mendengar kata-kata itu maka timbullah
amarah dari semua kera yang ada di sekitarnya. Sekelompok kera berkerumun untuk
menangkap dan menganiaya serta mengikat si musang kemudian berjalan mencari
hakim untuk menghakimi si musang. Si musang kemudian berkata “Untuk menghakimi
masalah ini, kita harus mencari empat hakim : hakim yang pertama adalah lebah,
hakim kedua adalah ular Mengge, hakim ketiga adalah ular Hijau dan hakim yang
keempat adalah kalajengking”. Lalu mereka berjalan bersama-sama untuk mencari
keempat hakim itu. Sementara mereka berjalan, bertemulah mereka dengan satu
sarang Lebah lalu musang berkata “Inilah hakim pertama dan tuan hakim masih
tidur, kalau mau cepat, silahkan membangunkan tuan hakim”. Beberapa ekor kera
mendekati serta menggoyang sarang lebah dan lebah semua keluar dari sarangnya
dan menggigit semua kera itu sedangkan si musang lari. Sambil mengerang
kesakitan sekelompok kera itu mengejar si musang dan mendapatkannya kembali.
Mereka berjalan lagi untuk mencari hakim yang kedua. Dalam perjalanan mereka
tidak menemukan hakim kedua dan ketiga. Sebelum bertemu dengan hakim keempat
musang minta dilepaskan dari ikatan dengan berjanji tidak akan melarikan diri,
lalu kera melepaskan musang dari ikatan tali, tetapi tetap mengawalnya, supaya
musang tidak melarikan diri. Tibalah mereka di suatu tempat di mana musang
melihat sekelompok kalajengking sedang berkumpul, lalu musang berkata “Itu
hakim keempat sudah berkumpul menunggu kita dan silahkan kamu menghadap melapor
diri bahwa kita sudah datang”. Sementara kawanan kera menghadap sekelompok
kalajengking, maka si musang melarikan diri dan bersembunyi di atas pohon
kasuari yang tinggi yang letaknya di pinggir danau. Begitu kera-kera itu balik,
musang tidak ada lagi, lalu mereka berkeliling untuk mencari musang, tetapi
tidak bertemu. Kelompok kera itu merasa lapar dan haus lalu mereka berjalan
mencari makanan dan air. Mereka menemukan sebuah danau yang airnya bersih dan
jernih sekali, dan hendak minum air di danau itu, kelompok kera itu sepakat
untuk minum semua air di danau itu supaya bisa kering, sehingga menangkap
musang, tetapi karena danaunya dalam, danau itu tidak bisa kering. Kelompok
kera itu kekenyangan air, akhirnya beristirahat di pinggir danau; ada yang
tidur terlentang menghadap ke langit dan pada saat itulah kelompok kera itu
melihat si musang di atas pohon kasuari, lalu serentak mereka berteriak “Itu
dia di atas pohon, mari kita panjat, kejar dia”. Ramai-ramai kelompok kera itu
memanjat pohon itu untuk menangkap si musang, tetapi si musang berkata “Kamu
tidak boleh memanjat lewat pohon ini, tetapi harus memakai tangga dan harus
semua naik tidak boleh ada yang menjaga di tanah”. Lalu sekelompok kera itu
membuat sebuah tangga yang tingginya sampai di tempat duduk si musang. Setelah
itu musang memerintahkan kelompok kera itu “Ayo, tangga itu disandarkan
kesisni”. Setelah tangga disandarkan, si musang memberi komando ”Ayo! Semua
naik”. Begitu kelompok kera itu sampai di tengah tangga dengan sekuat tenaga si
musang menolak tangga itu keluar dari pohon kasuari tempat duduk musang, dan
kelompok kera itu jatuh dan mati semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar