Minggu, 12 Agustus 2012

Folk Story Of NTT/Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)


 Folk Story Of NTT/Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)

KERA DAN MUSANG

Kab. Kupang



Kera dan musang adalah dua binatang yang sangat cerdik sekaligus licik.

Pada suatu hari kedua binatang ini bertemu di suatu tempat, tepatnya di hutan Gunung Fatuleu. Sebagaimana biasanya kalau dua makhluk berbeda bertemu, pasti ada percakapan. Begitu pula antara si kera dan si musang percakapan mereka adalah tentang asal mula api. Kera mengatakan api berasal dari gesekan antara dua bilah potong bambu, sedangkan musang mengatakan api itu berasal dari gesekan antara dua buah batu merah dan di umpan dengan nu (bubuk) enau, karena masing-masing mempertahankan pendapat, mereka bertengkar dan sebagai jalan tengah mereka sepakat mengadakan perlombaan untuk menguji siapa yang benar. Mereka segera mengambil alatnya masing-masing, yaitu kera mengambil dua potong belahan bambu lalu digosok-gosok, tetapi tidak mengeluarkan api, melainkan hanya asap, sedangkan musang mengambil dua buah batu merah dengan di umpan bubuk enau, digesek dua buah batu itu maka keluarlah bunga api yang langsung menyambar bubuk enau dan terjadilah api. Ide dari musang berhasil menjadi api maka musang yang benar dan dialah menjadi pemenang dalam pertengkaran itu, karena menderita kekalahan kera naik pitam dan marah, lalu memukul si musang, dan terjadilah perkelahian yang hebat. Musang merasa tidak kuat lagi, dan mengaku kalah lalu melarikan diri, tetapi dikejar terus oleh si kera. Karena takut, si musang lalu bersembunyi di sebuah lubang dan ditutup dengan sebuah batu yang berat. Kera terus mencari si musang, tetapi tidak bertemu. Kera merasa lelah lalu duduk di atas sebuah batu besar yang di dalam batu itu musang bersembunyi. Sambil duduk kera berteriak, “O e..... musaaaang ..... engkau di mana, mari kita berdamai”. Ini bahasa tipuan dari kera untuk mendapatkan si musang, tetapi karena si musang mengetahui akal busuk dari si kera si musang tidak keluar dari persembunyian. Dari dalam lubang batu yang diduduki si kera musang menjawab, musang menjawab “O e ..... keraaaa ...... saya ada di sini” Suara itu berasal dari dalam batu yang didudukinya dan kera merasa kaget karena dikiranya suara itu adalah jawaban dari buah pelirnya. Untuk meyakinkan suara jawaban itu, kera memanggil untuk kedua kalinya “O e..... musaaaang ..... mari kemari aku tidak marah lagi dan aku mau berdamai dan kita bersaudara”, tetapi musang rupanya mengetahui niat jahat dari kera yang mau membunuh si musang maka si musang tetap menjawab dari dalam lubang batu, “O e ..... keraaaa ...... aku ada di sini”, dan mendengar suara yang keluar dari bawah tempat duduknya, kera marah terhadap buah pelirnya, lalu kera mengambil sebuah batu yang besarnya, sebesar kepalan tangan dan langsung memukul buah pelirnya sampai pecah dan kera itu mati seketika.

Kira-kira satu jam si kera tidak memanggil lagi, maka si musang mendorong batu yang menutup lubang persembunyiannya, lalu keluar. Musang melihat si kera terkapar dan tidak bernyawa lagi. Lalu si musang memotong buah pelir si kera, serta mengupasnya untuk mengeluarkan buah pelir, sedangkan kulitnya ditaruh di lubang hidung si musang, lalu meniupnya seperti suling dan mengeluarkan bunyi “Filu-filu mangkoe koli, feku mangkoe koli mnasi artinya : kasihan kera sudah mati, e... kasihan teman saya si kera sudah mati. Inilah kata-kata yang dilontarkan si musang kepada si kera, Mendengar kata-kata itu maka timbullah amarah dari semua kera yang ada di sekitarnya. Sekelompok kera berkerumun untuk menangkap dan menganiaya serta mengikat si musang kemudian berjalan mencari hakim untuk menghakimi si musang. Si musang kemudian berkata “Untuk menghakimi masalah ini, kita harus mencari empat hakim : hakim yang pertama adalah lebah, hakim kedua adalah ular Mengge, hakim ketiga adalah ular Hijau dan hakim yang keempat adalah kalajengking”. Lalu mereka berjalan bersama-sama untuk mencari keempat hakim itu. Sementara mereka berjalan, bertemulah mereka dengan satu sarang Lebah lalu musang berkata “Inilah hakim pertama dan tuan hakim masih tidur, kalau mau cepat, silahkan membangunkan tuan hakim”. Beberapa ekor kera mendekati serta menggoyang sarang lebah dan lebah semua keluar dari sarangnya dan menggigit semua kera itu sedangkan si musang lari. Sambil mengerang kesakitan sekelompok kera itu mengejar si musang dan mendapatkannya kembali. Mereka berjalan lagi untuk mencari hakim yang kedua. Dalam perjalanan mereka tidak menemukan hakim kedua dan ketiga. Sebelum bertemu dengan hakim keempat musang minta dilepaskan dari ikatan dengan berjanji tidak akan melarikan diri, lalu kera melepaskan musang dari ikatan tali, tetapi tetap mengawalnya, supaya musang tidak melarikan diri. Tibalah mereka di suatu tempat di mana musang melihat sekelompok kalajengking sedang berkumpul, lalu musang berkata “Itu hakim keempat sudah berkumpul menunggu kita dan silahkan kamu menghadap melapor diri bahwa kita sudah datang”. Sementara kawanan kera menghadap sekelompok kalajengking, maka si musang melarikan diri dan bersembunyi di atas pohon kasuari yang tinggi yang letaknya di pinggir danau. Begitu kera-kera itu balik, musang tidak ada lagi, lalu mereka berkeliling untuk mencari musang, tetapi tidak bertemu. Kelompok kera itu merasa lapar dan haus lalu mereka berjalan mencari makanan dan air. Mereka menemukan sebuah danau yang airnya bersih dan jernih sekali, dan hendak minum air di danau itu, kelompok kera itu sepakat untuk minum semua air di danau itu supaya bisa kering, sehingga menangkap musang, tetapi karena danaunya dalam, danau itu tidak bisa kering. Kelompok kera itu kekenyangan air, akhirnya beristirahat di pinggir danau; ada yang tidur terlentang menghadap ke langit dan pada saat itulah kelompok kera itu melihat si musang di atas pohon kasuari, lalu serentak mereka berteriak “Itu dia di atas pohon, mari kita panjat, kejar dia”. Ramai-ramai kelompok kera itu memanjat pohon itu untuk menangkap si musang, tetapi si musang berkata “Kamu tidak boleh memanjat lewat pohon ini, tetapi harus memakai tangga dan harus semua naik tidak boleh ada yang menjaga di tanah”. Lalu sekelompok kera itu membuat sebuah tangga yang tingginya sampai di tempat duduk si musang. Setelah itu musang memerintahkan kelompok kera itu “Ayo, tangga itu disandarkan kesisni”. Setelah tangga disandarkan, si musang memberi komando ”Ayo! Semua naik”. Begitu kelompok kera itu sampai di tengah tangga dengan sekuat tenaga si musang menolak tangga itu keluar dari pohon kasuari tempat duduk musang, dan kelompok kera itu jatuh dan mati semuanya.



















                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar