Minggu, 12 Agustus 2012

Morphology


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Bahasa manggarai merupakan bahasa ibu orang Manggarai yang berdiam di Kabupaten Manggarai dan terletak di pulau Flores propinsi NTT. Walaupun dalam bahasa Manggarai terdapat banyak dialek, diantaranya dialek Manggarai barat, Manggarai Tengah, dan Manggarai Timur tetapi masih mempunyai kemiripan dalam arti, makna, dan kelas kata serta pengucpan.
Dalam makalah ini, penulis mengangkat masalah proses morfologis yang lebih dikhususkan pada klitik yang menyatakan kepunyaan dalam bahasa Manggarai dialek Manggarai Tengah. Yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai klitik yang ditemukan dalam bahasa Manggarai karena mengingat bahwa klitik lebih dekat dengan proses morfologis. Seperti yang dikemukakan di atas bahawa kekayaan suatu bahssa ditandai dengan lengkapnya proses morfolois.  Data yang diambil juga berasal dari tuturan orang Manggarai asli dan penutur bahasa Manggarai yang tinggal di Kupang, termasuk penulis sendiri, sehinggga kebanyakan data yang diperoleh lebih banyak dari yang terdapat pada data tertulis.
 Untuk itulah peulis mengangkat topik ini guna mengetahui apakah klitik dalam bahasa Manggarai yang menyatakan kepunyaan dapat dikaji sesuai atau sama dengan pengkajian menurut kaidah bahasa Indonesia. .
 1.2  Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah, apakah klitik dalam bahasa Manggarai
1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1.3.1 Membahas masalah afiks dalam bahasa Manggarai
      1.3.1.1 Membahas jenis afiks dalam bahasa Mangarai
      1.3.1.2 Membahas proses afiksasi dalam bahasa manggarai
      1.3.1.3 Membahas klitik dalam bahasa Manggarai
1.3.2 Membahas masalah reduplikasi dalam bahasa Manggarai
      1.3.2.1 Membahas masalah jenis afiksasi dalam bahasa Manggarai
      1.3.2.2 Membahas masalah poses reduplikasi dalam bahasa Manggarai
1.3.3 Membahas masalah komposisi dalam bahasa Manggarai
      1.3.3.1 Membahas masalah jenis komposisi dalam bahasa Manggarai
      1.3.3.2 Membahas masalah proses komposisi dalam bahasa Manggarai

1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
Ø  Sebagai sumber informasi maupun bahan pembelajaran bagi mahasiswa atau masyarakat umumnya
Ø  Sebagai dasar penelitian yang lengkap tentang bahasa Manggarai
Ø  Memudahkan peneliti selanjutnya untuk melihat kekurangan penelitian dan penulisan agar bisa melakukan penelitian dan penulisan yang lebih lengkap lagi
Ø  Untuk penulis sendiri, sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan pengetahuan dalam bidang kebahasaan

   

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Muatan lokal dalam kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
B.     Pembelajaran Bahasa Daerah Manggarai lewat cerita dan lagu- lagu daerah Manggarai sebagai salah satu Mulok di SDI Daleng, Manggarai Barat.

v  Pengembangan Bahasa Daerah Manggarai Lewat Mata Pelajaran Muatan Lokal
Pembelajaran Muatan Lokal dewasa ini perlu diterapkan dengan baik untuk mengembangkan aspek- aspek tertentu dari suatu daerah. Bahasa daerah merupakan salah satu hal yang menarik yang perlu dipelajari dan dikembangkan. Seiring dengan perkembangan berkomunikasi di lingkup tertentu membuat bahasa daerah hampir dilupakan oleh sejumlah masyarakat. Melihat perkembangan yang kian berjalan bahasa daerah  dan budaya perlu dipelajari dan dikembangkan pada level tertentu misalnya pada level Sekolah Dasar.
Sekolah Dasar Inpres (SDI) Daleng yang terletak di Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat merupakan salah satu  Sekolah yang mengembangkan proses pembelajaran Bahasa Daerah Manggarai lewat cerita dan lagu- lagu daerah Manggarai sebagai salah satu Muatan Lokal. Hal ini diangkat berkaitan dengan kurang mempertahankan bahasa daerah Manggarai asli bagi kalangan umum masyarakat Manggarai. Bahasa Manggarai telah lama dikenal oleh kebanyakan masyarakat Manggarai. Akan tetapi generasi- generasi sekarang ini belum tentu mengetahui kebudayaan dan bahasa Manggarai yang tua (biasanya bahasa- bahasa tua itu muncul pada saat- saat tertentu saja, misalnya acara adat).
Bahasa Manggarai terdiri dari beberapa bahasa yang ada di tiga Kabupaten, Manggarai Timur dengan bahasa Mbaen, Manggarai Tengah dengan bahasa Siho, dan Manggarai Barat dengan bahasa Kolang. Di Kabupaten Manggarai Barat terdapat subbahasa yang dikenal seperti sub bahasa Kolang (di daerah Kuwus,Orong, Lembor), subbahasa Kempo (di daerah Rekas, Kempo, Terang, Labuan Bajo sebagian). Pembeda dari bahasa- bahasa tersebut terletak pada dialeknya masing- masing. Walaupun demikian bahasa daerah Manggarai asli tetaplah sama pada umumnya. Oleh karenanya, pengembangan bahasa daerah sangat didukung dengan adanya pembelajaran Muatan Lokal lewat lagu- lagu daerah dan cerita rakyat asli Manggarai dengan tujuan untuk mempertahankan keberadaan bahasa Manggarai.
Jika kita mendengar beberapa lagu- lagu asli Manggarai seperti Lagu Motang Rua, Capang Tana, Ine, dan Manggarai tana de; terkandung makna- makna penting bagi masyarakat Manggarai. Sebagai Contoh lagu Motang Rua, didalam lagu ini diceritakan bagaimana sosok Motang Rua yang dengan berani memperjuangkan tanah kelahirannya dan juga dengan pengaruhnya dalam lingkup adat Manggarai. Berikut adalah sepenggal lirik lagu Motang Rua:
e……ma lalong tana tana ge……
e…..ma motang rua….
Ma…mur nawa law age….
e….ma lalong tan age….
e….ma motang rua…..
duhu rahong rampas lata
toto cakal lalong tana..
cola…kope..bampang korung
agu nggiling oke sili
motang rua ngasang ne….

Dari sepenggal lirik diatas semuanya menggunakan bahasa Manggarai asli. Dengan mempelajari lagu- lagu diatas tidak hanya bahasanya yang menarik tetapi juga menceritakan budaya Manggarai dulunya semasa dijajah.
Selain mempelajari lagu- lagu daerah asli Manggarai murid- murid juga mempelajari cerita rakyat asli Manggarai seperti Pondik, Timung Te’e, Molas benge wuk, motang rua. Lewat cerita- cerita ini murid- murid diharapkan bisa memahami bagaimana kebudayaan Manggarai awalnya, bahasa- bahasa aslinya (oleh karena cerita- cerita ini diceritakan turun- temurun), melihat perkembangan sekarang terutama di Manggarai Barat, bahasa asli Manggarai hanya digunakan oleh penutur- penutur tertentu seperti tetua adat, masyarakat di pedalaman. Akan tetapi hal ini mungkin bisa diatasi jika kita menerapkan pembelajaran Muatan Lokal secara baik sehingga tidak dilupakan.
Proses pembelajaran Muatan Lokal ini mungkin perlu membutuhkan sedikit strategi- strategi tertentu agar bias berjalan dengan baik.
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.

b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;

c. Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2) Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3) Tersedianya sarana dan prasarana
4) Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5) Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6) Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

d. Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.












 BAB III
PENUTUP


1.      Kesimpulan

Sastra daerah merupakan bukti historis masyarakat suatu daerah jadi sastra daerah adalah salah satu bagian dari sastra Indonesia yang berkedudukan sebagai wahana ekspresi budaya Indonesia. Oleh karena kedudukannya sebagai wahana ekspresi budaya, maka sastra daerah memiliki fungsi sebagai perekam kebudayaan, pemelihara, pemupuk, dan penumbuh solidaritas daerah.
Apabila penutur asli bahasa daerah sadar bahwa begitu besar dan penntingnya fungsi bahasa daerah, maka perlu diupayakan peningkatan mutu pemakaian bahasa daerah yang meliputi upaya meningkatkan sikap, pengetahuan dan keterampilan berbahasa daerah melalui jalur pendidikan dan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

2.      Saran
Melihat apa yang terjadi dalam perkembangan bahasa di daerah Manggarai yang sedikit menyampingkan bahasa asli Mangarai disarankan kepada masyarakat Manggarai untuk tetap menjaga keberadaan bahasa asli Manggarai dan juga kebudayaan yang merupakan bukti historis dari pendahulu- pendahulu kita. Tidaklah mudah untuk membawa kekayaan asli terutama bahasa dan kebudayaan secara turun- temurun.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Muatan lokal dalam kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
B.     Pembelajaran Bahasa Daerah Manggarai lewat cerita dan lagu- lagu daerah Manggarai sebagai salah satu Mulok di SDI Daleng, Manggarai Barat.

v  Pengembangan Bahasa Daerah Manggarai Lewat Mata Pelajaran Muatan Lokal
Pembelajaran Muatan Lokal dewasa ini perlu diterapkan dengan baik untuk mengembangkan aspek- aspek tertentu dari suatu daerah. Bahasa daerah merupakan salah satu hal yang menarik yang perlu dipelajari dan dikembangkan. Seiring dengan perkembangan berkomunikasi di lingkup tertentu membuat bahasa daerah hampir dilupakan oleh sejumlah masyarakat. Melihat perkembangan yang kian berjalan bahasa daerah  dan budaya perlu dipelajari dan dikembangkan pada level tertentu misalnya pada level Sekolah Dasar.
Sekolah Dasar Inpres (SDI) Daleng yang terletak di Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat merupakan salah satu  Sekolah yang mengembangkan proses pembelajaran Bahasa Daerah Manggarai lewat cerita dan lagu- lagu daerah Manggarai sebagai salah satu Muatan Lokal. Hal ini diangkat berkaitan dengan kurang mempertahankan bahasa daerah Manggarai asli bagi kalangan umum masyarakat Manggarai. Bahasa Manggarai telah lama dikenal oleh kebanyakan masyarakat Manggarai. Akan tetapi generasi- generasi sekarang ini belum tentu mengetahui kebudayaan dan bahasa Manggarai yang tua (biasanya bahasa- bahasa tua itu muncul pada saat- saat tertentu saja, misalnya acara adat).
Bahasa Manggarai terdiri dari beberapa bahasa yang ada di tiga Kabupaten, Manggarai Timur dengan bahasa Mbaen, Manggarai Tengah dengan bahasa Siho, dan Manggarai Barat dengan bahasa Kolang. Di Kabupaten Manggarai Barat terdapat subbahasa yang dikenal seperti sub bahasa Kolang (di daerah Kuwus,Orong, Lembor), subbahasa Kempo (di daerah Rekas, Kempo, Terang, Labuan Bajo sebagian). Pembeda dari bahasa- bahasa tersebut terletak pada dialeknya masing- masing. Walaupun demikian bahasa daerah Manggarai asli tetaplah sama pada umumnya. Oleh karenanya, pengembangan bahasa daerah sangat didukung dengan adanya pembelajaran Muatan Lokal lewat lagu- lagu daerah dan cerita rakyat asli Manggarai dengan tujuan untuk mempertahankan keberadaan bahasa Manggarai.
Jika kita mendengar beberapa lagu- lagu asli Manggarai seperti Lagu Motang Rua, Capang Tana, Ine, dan Manggarai tana de; terkandung makna- makna penting bagi masyarakat Manggarai. Sebagai Contoh lagu Motang Rua, didalam lagu ini diceritakan bagaimana sosok Motang Rua yang dengan berani memperjuangkan tanah kelahirannya dan juga dengan pengaruhnya dalam lingkup adat Manggarai. Berikut adalah sepenggal lirik lagu Motang Rua:
e……ma lalong tana tana ge……
e…..ma motang rua….
Ma…mur nawa law age….
e….ma lalong tan age….
e….ma motang rua…..
duhu rahong rampas lata
toto cakal lalong tana..
cola…kope..bampang korung
agu nggiling oke sili
motang rua ngasang ne….

Dari sepenggal lirik diatas semuanya menggunakan bahasa Manggarai asli. Dengan mempelajari lagu- lagu diatas tidak hanya bahasanya yang menarik tetapi juga menceritakan budaya Manggarai dulunya semasa dijajah.
Selain mempelajari lagu- lagu daerah asli Manggarai murid- murid juga mempelajari cerita rakyat asli Manggarai seperti Pondik, Timung Te’e, Molas benge wuk, motang rua. Lewat cerita- cerita ini murid- murid diharapkan bisa memahami bagaimana kebudayaan Manggarai awalnya, bahasa- bahasa aslinya (oleh karena cerita- cerita ini diceritakan turun- temurun), melihat perkembangan sekarang terutama di Manggarai Barat, bahasa asli Manggarai hanya digunakan oleh penutur- penutur tertentu seperti tetua adat, masyarakat di pedalaman. Akan tetapi hal ini mungkin bisa diatasi jika kita menerapkan pembelajaran Muatan Lokal secara baik sehingga tidak dilupakan.
Proses pembelajaran Muatan Lokal ini mungkin perlu membutuhkan sedikit strategi- strategi tertentu agar bias berjalan dengan baik.
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.

b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;

c. Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2) Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3) Tersedianya sarana dan prasarana
4) Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5) Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6) Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

d. Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

















BAB III
PENUTUP


1.      Kesimpulan

Sastra daerah merupakan bukti historis masyarakat suatu daerah jadi sastra daerah adalah salah satu bagian dari sastra Indonesia yang berkedudukan sebagai wahana ekspresi budaya Indonesia. Oleh karena kedudukannya sebagai wahana ekspresi budaya, maka sastra daerah memiliki fungsi sebagai perekam kebudayaan, pemelihara, pemupuk, dan penumbuh solidaritas daerah.
Apabila penutur asli bahasa daerah sadar bahwa begitu besar dan penntingnya fungsi bahasa daerah, maka perlu diupayakan peningkatan mutu pemakaian bahasa daerah yang meliputi upaya meningkatkan sikap, pengetahuan dan keterampilan berbahasa daerah melalui jalur pendidikan dan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

2.      Saran
Melihat apa yang terjadi dalam perkembangan bahasa di daerah Manggarai yang sedikit menyampingkan bahasa asli Mangarai disarankan kepada masyarakat Manggarai untuk tetap menjaga keberadaan bahasa asli Manggarai dan juga kebudayaan yang merupakan bukti historis dari pendahulu- pendahulu kita. Tidaklah mudah untuk membawa kekayaan asli terutama bahasa dan kebudayaan secara turun- temurun.

Sociolinguistics

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan local dalam Standar Isi dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar Isi yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup muatan lokal tersebut. Sehingga perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal.
Dalam kaitannya dengan Muatan Lokal, ada kalanya mempelajari bahasa daerah tertentu. Dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana muatan lokal mengambil bagian dalam mempelajari bahasa daerah Manggarai melalui cerita dan lagu- lagu daerah Manggarai, sehingga penulis mengambil judul “PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH MANGGARAI LEWAT LAGU DAN CERITA- CERITA DAERAH MANGGARAI SEBAGAI SALAH SATU MUATAN LOKAL DI SDI DALENG, MANGGARAI BARAT
B.     Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh sebuah gambaran tentang pengaruh satu bahasa dalam sebuah daerah yang mempunyai beragam bahasa di dalamnya. Sehingga pemerintah setempat dapat mengambil langkah terbaik untuk menyelesaikan konflik tersebut. Semuanya disebabkan oleh adanya otonomi daerah bahwa mereka harus melaksanakan pembelajaran bahasa daerah Manggarai sebagai muatan lokal di tingkat Sekolah Dasar.

C.     Metode penulisan
Dalam hal mengembangkan tulisan ini, penulis mengambil sedikit tentang keadaan bahasa daerah di Manggarai. Dengan pembelajaran Muatan Lokal dalam kurikulum mengambil bagian dalam mempertahankan keberadaan bahasa daerah asli Manggarai.

D.    Sistematika penulisan
Dalam tulisan terdiri dari tiga bagian; BAB I Pendahuluan (Latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan), BAB II Pembahasan (membahas tentang peran Muatan Lokal dalam mempertahankan Bahasa daerah Manggarai beserta rambu- rambunya), BAB III Penutup (Berisi Kesimpulan dan Saran).

Folk Story Of NTT/Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)


 Folk Story Of NTT/Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)

KERA DAN MUSANG

Kab. Kupang



Kera dan musang adalah dua binatang yang sangat cerdik sekaligus licik.

Pada suatu hari kedua binatang ini bertemu di suatu tempat, tepatnya di hutan Gunung Fatuleu. Sebagaimana biasanya kalau dua makhluk berbeda bertemu, pasti ada percakapan. Begitu pula antara si kera dan si musang percakapan mereka adalah tentang asal mula api. Kera mengatakan api berasal dari gesekan antara dua bilah potong bambu, sedangkan musang mengatakan api itu berasal dari gesekan antara dua buah batu merah dan di umpan dengan nu (bubuk) enau, karena masing-masing mempertahankan pendapat, mereka bertengkar dan sebagai jalan tengah mereka sepakat mengadakan perlombaan untuk menguji siapa yang benar. Mereka segera mengambil alatnya masing-masing, yaitu kera mengambil dua potong belahan bambu lalu digosok-gosok, tetapi tidak mengeluarkan api, melainkan hanya asap, sedangkan musang mengambil dua buah batu merah dengan di umpan bubuk enau, digesek dua buah batu itu maka keluarlah bunga api yang langsung menyambar bubuk enau dan terjadilah api. Ide dari musang berhasil menjadi api maka musang yang benar dan dialah menjadi pemenang dalam pertengkaran itu, karena menderita kekalahan kera naik pitam dan marah, lalu memukul si musang, dan terjadilah perkelahian yang hebat. Musang merasa tidak kuat lagi, dan mengaku kalah lalu melarikan diri, tetapi dikejar terus oleh si kera. Karena takut, si musang lalu bersembunyi di sebuah lubang dan ditutup dengan sebuah batu yang berat. Kera terus mencari si musang, tetapi tidak bertemu. Kera merasa lelah lalu duduk di atas sebuah batu besar yang di dalam batu itu musang bersembunyi. Sambil duduk kera berteriak, “O e..... musaaaang ..... engkau di mana, mari kita berdamai”. Ini bahasa tipuan dari kera untuk mendapatkan si musang, tetapi karena si musang mengetahui akal busuk dari si kera si musang tidak keluar dari persembunyian. Dari dalam lubang batu yang diduduki si kera musang menjawab, musang menjawab “O e ..... keraaaa ...... saya ada di sini” Suara itu berasal dari dalam batu yang didudukinya dan kera merasa kaget karena dikiranya suara itu adalah jawaban dari buah pelirnya. Untuk meyakinkan suara jawaban itu, kera memanggil untuk kedua kalinya “O e..... musaaaang ..... mari kemari aku tidak marah lagi dan aku mau berdamai dan kita bersaudara”, tetapi musang rupanya mengetahui niat jahat dari kera yang mau membunuh si musang maka si musang tetap menjawab dari dalam lubang batu, “O e ..... keraaaa ...... aku ada di sini”, dan mendengar suara yang keluar dari bawah tempat duduknya, kera marah terhadap buah pelirnya, lalu kera mengambil sebuah batu yang besarnya, sebesar kepalan tangan dan langsung memukul buah pelirnya sampai pecah dan kera itu mati seketika.

Kira-kira satu jam si kera tidak memanggil lagi, maka si musang mendorong batu yang menutup lubang persembunyiannya, lalu keluar. Musang melihat si kera terkapar dan tidak bernyawa lagi. Lalu si musang memotong buah pelir si kera, serta mengupasnya untuk mengeluarkan buah pelir, sedangkan kulitnya ditaruh di lubang hidung si musang, lalu meniupnya seperti suling dan mengeluarkan bunyi “Filu-filu mangkoe koli, feku mangkoe koli mnasi artinya : kasihan kera sudah mati, e... kasihan teman saya si kera sudah mati. Inilah kata-kata yang dilontarkan si musang kepada si kera, Mendengar kata-kata itu maka timbullah amarah dari semua kera yang ada di sekitarnya. Sekelompok kera berkerumun untuk menangkap dan menganiaya serta mengikat si musang kemudian berjalan mencari hakim untuk menghakimi si musang. Si musang kemudian berkata “Untuk menghakimi masalah ini, kita harus mencari empat hakim : hakim yang pertama adalah lebah, hakim kedua adalah ular Mengge, hakim ketiga adalah ular Hijau dan hakim yang keempat adalah kalajengking”. Lalu mereka berjalan bersama-sama untuk mencari keempat hakim itu. Sementara mereka berjalan, bertemulah mereka dengan satu sarang Lebah lalu musang berkata “Inilah hakim pertama dan tuan hakim masih tidur, kalau mau cepat, silahkan membangunkan tuan hakim”. Beberapa ekor kera mendekati serta menggoyang sarang lebah dan lebah semua keluar dari sarangnya dan menggigit semua kera itu sedangkan si musang lari. Sambil mengerang kesakitan sekelompok kera itu mengejar si musang dan mendapatkannya kembali. Mereka berjalan lagi untuk mencari hakim yang kedua. Dalam perjalanan mereka tidak menemukan hakim kedua dan ketiga. Sebelum bertemu dengan hakim keempat musang minta dilepaskan dari ikatan dengan berjanji tidak akan melarikan diri, lalu kera melepaskan musang dari ikatan tali, tetapi tetap mengawalnya, supaya musang tidak melarikan diri. Tibalah mereka di suatu tempat di mana musang melihat sekelompok kalajengking sedang berkumpul, lalu musang berkata “Itu hakim keempat sudah berkumpul menunggu kita dan silahkan kamu menghadap melapor diri bahwa kita sudah datang”. Sementara kawanan kera menghadap sekelompok kalajengking, maka si musang melarikan diri dan bersembunyi di atas pohon kasuari yang tinggi yang letaknya di pinggir danau. Begitu kera-kera itu balik, musang tidak ada lagi, lalu mereka berkeliling untuk mencari musang, tetapi tidak bertemu. Kelompok kera itu merasa lapar dan haus lalu mereka berjalan mencari makanan dan air. Mereka menemukan sebuah danau yang airnya bersih dan jernih sekali, dan hendak minum air di danau itu, kelompok kera itu sepakat untuk minum semua air di danau itu supaya bisa kering, sehingga menangkap musang, tetapi karena danaunya dalam, danau itu tidak bisa kering. Kelompok kera itu kekenyangan air, akhirnya beristirahat di pinggir danau; ada yang tidur terlentang menghadap ke langit dan pada saat itulah kelompok kera itu melihat si musang di atas pohon kasuari, lalu serentak mereka berteriak “Itu dia di atas pohon, mari kita panjat, kejar dia”. Ramai-ramai kelompok kera itu memanjat pohon itu untuk menangkap si musang, tetapi si musang berkata “Kamu tidak boleh memanjat lewat pohon ini, tetapi harus memakai tangga dan harus semua naik tidak boleh ada yang menjaga di tanah”. Lalu sekelompok kera itu membuat sebuah tangga yang tingginya sampai di tempat duduk si musang. Setelah itu musang memerintahkan kelompok kera itu “Ayo, tangga itu disandarkan kesisni”. Setelah tangga disandarkan, si musang memberi komando ”Ayo! Semua naik”. Begitu kelompok kera itu sampai di tengah tangga dengan sekuat tenaga si musang menolak tangga itu keluar dari pohon kasuari tempat duduk musang, dan kelompok kera itu jatuh dan mati semuanya.